John Locke pernah berkata bahwa anak
yang baru dilahirkan itu seperti tabularasa, yaitu kertas putih bersih yang
akan ditulisi oleh pengalaman. Artinya, manusia tidak dilengkapi pengetahuan
apapun pada waktu dilahirkan. Pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman
– pengalaman itulah yang akan membentuk manusia menjadi individu yang berbeda –
beda kepribadiannya. Salah satu pengalaman yang berperan dalam membentuk
kepribadian adalah kebudayaan.
Faktor pengalaman berperan penting dalam pembentukan kepribadian manusia. Para psikolog membagi 2 (dua) macam pengalaman yang dapat mempengaruhi kepribadian:
1.
Pengalaman Unik (Unique
Experience)
Pengalaman
pribadi yang bersifat unik akan ikut memperngaruhi kepribadian individu yang
mengalaminya. Misalnya, seorang wanita yang dicerai oleh suaminya kemudian ia
patah hati tidak mau menikah lagi karena ada perasaan takut bahwa pernikahannya
akan gagal. Kematian orang tua, kecelakaan traumatis, juga merupakan pengalaman
unik yang membentuk pribadi seseorang.
2. Pengalaman
Umum (Common Experience)
Setiap
orang di dunia hidup dan berkembang di lingkungan yang berbeda – beda. Hal
inilah yang membuat kepribadian mereka berbeda – beda. Orang yang dibesarkan di
perkotaan akan memiliki kepribadian yang berbeda dengan orang yang dibesarkan
di pedesaan. Orang perkotaan cenderung individualis, sedangkan orang pedesaan
lebih menyukai segala sesuatu yang berbau gotong royong.
Penelitian anak – anak kembar
identik yang dilakukan William Stern menunjukkan bahwa anak – anak kembar yang
hidup di kebudayaan berbeda mengalami pembentukan kepribadian yang berbeda
pula. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah pengalaman umum yang
membentuk kepribadian individu.
Untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai peranan kebudayaan dalam pembentukan kepribadian, marilah kita tengok
kembali 7 (tujuh) unsur kebudayaan menurut Kluckhorn.
1.
Bahasa, mencakup lisan
dan tulisan. Bahasa yang digunakan oleh satu budaya dengan budaya yang lain
tentu berbeda. Misalnya, anak yang dibiasakan bicara dengan bahasa yang sopan
dan dengan suara yang halus akan memiliki kepribadian yang lembut daripada anak
yang tidak diajari berbicara dengan sopan.
2. Sistem
organisasi, mencakup sistem kekerabatan, sistem kesatuan hidup setempat,
asosiasi dan perkumpulan, dan sistem kenegaraan. Anak yang hidup di Negara yang
liberalis akan lebih individualis daripada yang hidup di Negara sosialis.
3. Sistem
Pengetahuan, terdiri dari pengetahuan tentang sekitar alam, alam frora, zat –
zat dan bahan mentah, tubuh manusia, kelakuan sesama manusia, dan pengetahuan
tentang ruang, waktu, dan bilangan. Anak yang hidup di pedesaaan yang masih
menghargai alam dengan baik tentu akan berbeda kepribadiannya dengan yang hidup
di kota yang acuh terhadap alam.
4. Sistem
peralatan dan teknologi. Anak – anak yang hidup di perkotaan dimana semua hal
dapat didapat dengan mudah dan praktis pasti lebih individualis daripada anak
yang hidup di pedalaman.
5. Sistem
mata pencaharian hidup. Seorang pedagang pasti selalu melihat sesuatu dari
untung – ruginya, sedangkan seorang pemburu pasti akan menjadi orang yang penuh
startegi dan hati-hati.
6. Sistem
religi. Setiap agama pasti mengajarkan hal yang berbeda dan tentu akan
menghasilkan individu yang berbeda pula.
7.
Kesenian. Suatu daerah
memiliki kesenian khas berbeda, sehingga menghasilkan individu dengan karakter
yang berbeda pula.
Kita menemukan begitu banyak ciri – ciri budaya yang melekat pada kepribadian. Selama perkembangannya, manusia diajarkan untuk berprilaku sesuai dengan keyakinan, kebiasaan, dan nilai – nilai budaya tersebut. Kebudayaan adalah sebuah pengalaman umum bagi manusia yang membentuk kepribadiannya. Kebudayaan dilakukan dan diresapi setiap hari oleh individu, sehingga timbul rasa memiliki dan ingin mempertahankan kebudayaan tersebut, sehingga lama kelamaan budaya tersebut mengakar dalam diri manusia dan menjadikannya kepribadian itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar